30 Januari 2008
Karena kelelahan berdiri cukup lama di sebuah halte busway, saya mencoba menyetel radio ponsel saya dan mencoba mendengarkan radio Trijaya FM kesayangan saya. Saya terperanjat kaget mendengar kabar, Suharto, mantan presiden RI ke 2 telah meninggal dunia, setelah dalam beberapa minggu terakhir kebanyakan media-media besar di Indonesia memberitakan kondisi kesehatan Suharto sebagai berita-berita utamanya. Bahkan sebelum meninggal pun suasana Astana Giribangun sempat dilaporkan oleh beberapa stasiun TV akan persiapan yang dilakukan di tempat pemakam Suharto tersebut.
Dan ternyata benar beberapa hari kemudian Suharto benar-benar telah meninggal dunia. Mantan penguasa orde baru tersebut meninggalkan kesan yang sangat berkesan di hati masyarakat Indonesia bahkan beberapa pemimpin dunia pun mengakui kehebatan Suharto. Kontroversi pun mulai mengalir entah itu dari golongan rakyat miskin dan kelas menengah, maupun dari kelas elit bahkan sampai ke publik figur dan pejabat. Bagaimana tidak, status hukumnya yang tidak jelas serta pro dan kontra dalam masyarakat sejak ditumbangkan oleh gerakan-gerakan mahasiswa dan kalangan profesional bercampur menjadi satu paket yang menghasilkan sebuah dampak dalam masyarakat yaitu : kontroversi.
Indikator yang sangat nyata dari kontroversi ini adalah berkibarnya bendera setengah tiang di pemukiman warga dan gedung-gedung perkantoran di mana sebagian mengibarkan bendera dan sebagian tidak. Setengan tiang, setengah hati. Masyarakat memiliki pandangan yang berbeda akan status Suharto sendiri. Benarkah dia seorang yang bersalah atau tidak ? Apakah orang yang bersalah setelah meninggalpun tidak boleh dihormati ? Apakah pemerintahan Suharto lebih buruk daripada pemerintahan sekarang ? Segudang pertanyaan bermunculan dalam masyarakat mulai dari gedung-gedung perkantoran yang megah sampai ke warung-warung kopi.
Status hukum Suharto juga tidak jelas sama sekali, sampai hari ini tidak ada bukti secara hukum untuk menyatakan Suharto bersalah atau tidak. Namun dalam masyarakat sendiri berkembang pro dan kontra apakah Suharto sebaiknya diampuni saja kesalahannya atau tidak. Sikap untuk mengampuni Suharto merupakan jalan pintas atas kebuntuan proses hukumnya. Namun satu hal bahwa negara ini adalah negara hukum. Segala sesuatu hal harus jelas secara hukum.
MUngkin kita perlu sedikit penyegaran bagaimana Suharto digulingkan karena beberapa alasan. Salah satu alasan tersebut adalah karena dia korupsi. Namun digulingkannya Suharto menyebabkan juga sistem politik yang dibangunnya juga runtuh. Suharto telah membangun sebuah kondisi di mana seluruh kekuasaannya benar-benar menguasai seluruh sendi-sendi kehidupan bernegara. Pegawai Negri dijadikan alat untuk memperkuat partainya yang disebutnya Golongan Karya. Dia membangun sebuah pengaruh sehingga berpolitik dipandang negatif dalam masyarakat. PDI dan PPP dipandang sebelah mata oleh rakyat karena rakyat terpengaruh oleh opini bahwa berpolitik itu tidak baik. Yang baik adalah berkarya dan bekerja sehingga orang yang senang bekerja dan berkarya sebaiknya masuk ke Golongan Karya. Pegawai negri pun berada dalam pengaruh yang sangat kuat bahwa yang memberikan gaji kepada mereka adalah Golkar. Tidak diharuskan oleh pemerintah untuk memilih Golkar tetapi pegawai negri digaji oleh Golkar. Pegawai negri hidup dari Golkar. Ini salah satu cara yang digunakan Suharto untuk mempertahankan kekuasaannya.
Adalagi cara lain dengan memberikan hadiah kepada suatu desa atau kelurahan jika 100% rakyatnya memilih Golkar. Saya masih ingat persis di TPS orang tua saya waktu itu setelah perhitungan suara 100% memilih Golkar, suara riuh tepuk tangan berkumandang setelah pemeriksaan lembar terakhir dan ternyata juga mencoblos Golkar. Hadiah untuk sebuah desa yang 100% memilih Golkar bisa berupa pembangun instalasi listrik, irigasi, jaringan telpon atau pembangunan atau pengaspalan jalan.
KOndisi yang dibangun Suharto pun sudah runtuh. Beragam partai kembali menghiasi panggung politik Indonesia, bahkan presiden yang berkuasa sekarang pun dipilih secara langsung. Tinggal satu hal kenapa status hukumnya tidak jelas. Dalam kondisi seperti itupun korupsi masih terus terjadi dalam berbagai lapisan pemerintahan.
Hukum adalah dasar yang kuat untuk membangun sebuah negara yang adil. Seluruh proses untuk menjalankan program pemerintah memerlukan aliran dana. Dana yang mengalir dalam sistem pemerintahan ibarat darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Bisa dibayangkan bagaimana lemahnya sebuah negara jika dana yang mengalir di dalamnya disedot di mana-mana. Seperti dana bencana alam, pendidikan, pembangunan proyek-proyek pemerintah dan lain.
Korupsi Suharto adalah rumput pengganggu yang sangat kuat dalam negara ini. Jika masalah korupsi Suharto bisa diselesaikan maka mungkin korupsi-korupsi yang lain pun bisa di atasi. Namun sayang sekali tanpa penyelesaian hukum yang jelas seperti ini dan tanpa pembuktian yang jelas maka untuk menyatakan Suharto korupsi pun kita jadi ragu. Terus bagaimana ? Masyarakat sangat butuh kejelasan dan sebuah ketegasan. Bersalah atau tidak. Atau bangsa ini akan terus berada dalam kontroversi tentang Suharto?
Bagaimana mungkin kita akan membangun sebuah negara dengan beribu ketidakpastian ?
Dan ternyata benar beberapa hari kemudian Suharto benar-benar telah meninggal dunia. Mantan penguasa orde baru tersebut meninggalkan kesan yang sangat berkesan di hati masyarakat Indonesia bahkan beberapa pemimpin dunia pun mengakui kehebatan Suharto. Kontroversi pun mulai mengalir entah itu dari golongan rakyat miskin dan kelas menengah, maupun dari kelas elit bahkan sampai ke publik figur dan pejabat. Bagaimana tidak, status hukumnya yang tidak jelas serta pro dan kontra dalam masyarakat sejak ditumbangkan oleh gerakan-gerakan mahasiswa dan kalangan profesional bercampur menjadi satu paket yang menghasilkan sebuah dampak dalam masyarakat yaitu : kontroversi.
Indikator yang sangat nyata dari kontroversi ini adalah berkibarnya bendera setengah tiang di pemukiman warga dan gedung-gedung perkantoran di mana sebagian mengibarkan bendera dan sebagian tidak. Setengan tiang, setengah hati. Masyarakat memiliki pandangan yang berbeda akan status Suharto sendiri. Benarkah dia seorang yang bersalah atau tidak ? Apakah orang yang bersalah setelah meninggalpun tidak boleh dihormati ? Apakah pemerintahan Suharto lebih buruk daripada pemerintahan sekarang ? Segudang pertanyaan bermunculan dalam masyarakat mulai dari gedung-gedung perkantoran yang megah sampai ke warung-warung kopi.
Status hukum Suharto juga tidak jelas sama sekali, sampai hari ini tidak ada bukti secara hukum untuk menyatakan Suharto bersalah atau tidak. Namun dalam masyarakat sendiri berkembang pro dan kontra apakah Suharto sebaiknya diampuni saja kesalahannya atau tidak. Sikap untuk mengampuni Suharto merupakan jalan pintas atas kebuntuan proses hukumnya. Namun satu hal bahwa negara ini adalah negara hukum. Segala sesuatu hal harus jelas secara hukum.
MUngkin kita perlu sedikit penyegaran bagaimana Suharto digulingkan karena beberapa alasan. Salah satu alasan tersebut adalah karena dia korupsi. Namun digulingkannya Suharto menyebabkan juga sistem politik yang dibangunnya juga runtuh. Suharto telah membangun sebuah kondisi di mana seluruh kekuasaannya benar-benar menguasai seluruh sendi-sendi kehidupan bernegara. Pegawai Negri dijadikan alat untuk memperkuat partainya yang disebutnya Golongan Karya. Dia membangun sebuah pengaruh sehingga berpolitik dipandang negatif dalam masyarakat. PDI dan PPP dipandang sebelah mata oleh rakyat karena rakyat terpengaruh oleh opini bahwa berpolitik itu tidak baik. Yang baik adalah berkarya dan bekerja sehingga orang yang senang bekerja dan berkarya sebaiknya masuk ke Golongan Karya. Pegawai negri pun berada dalam pengaruh yang sangat kuat bahwa yang memberikan gaji kepada mereka adalah Golkar. Tidak diharuskan oleh pemerintah untuk memilih Golkar tetapi pegawai negri digaji oleh Golkar. Pegawai negri hidup dari Golkar. Ini salah satu cara yang digunakan Suharto untuk mempertahankan kekuasaannya.
Adalagi cara lain dengan memberikan hadiah kepada suatu desa atau kelurahan jika 100% rakyatnya memilih Golkar. Saya masih ingat persis di TPS orang tua saya waktu itu setelah perhitungan suara 100% memilih Golkar, suara riuh tepuk tangan berkumandang setelah pemeriksaan lembar terakhir dan ternyata juga mencoblos Golkar. Hadiah untuk sebuah desa yang 100% memilih Golkar bisa berupa pembangun instalasi listrik, irigasi, jaringan telpon atau pembangunan atau pengaspalan jalan.
KOndisi yang dibangun Suharto pun sudah runtuh. Beragam partai kembali menghiasi panggung politik Indonesia, bahkan presiden yang berkuasa sekarang pun dipilih secara langsung. Tinggal satu hal kenapa status hukumnya tidak jelas. Dalam kondisi seperti itupun korupsi masih terus terjadi dalam berbagai lapisan pemerintahan.
Hukum adalah dasar yang kuat untuk membangun sebuah negara yang adil. Seluruh proses untuk menjalankan program pemerintah memerlukan aliran dana. Dana yang mengalir dalam sistem pemerintahan ibarat darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Bisa dibayangkan bagaimana lemahnya sebuah negara jika dana yang mengalir di dalamnya disedot di mana-mana. Seperti dana bencana alam, pendidikan, pembangunan proyek-proyek pemerintah dan lain.
Korupsi Suharto adalah rumput pengganggu yang sangat kuat dalam negara ini. Jika masalah korupsi Suharto bisa diselesaikan maka mungkin korupsi-korupsi yang lain pun bisa di atasi. Namun sayang sekali tanpa penyelesaian hukum yang jelas seperti ini dan tanpa pembuktian yang jelas maka untuk menyatakan Suharto korupsi pun kita jadi ragu. Terus bagaimana ? Masyarakat sangat butuh kejelasan dan sebuah ketegasan. Bersalah atau tidak. Atau bangsa ini akan terus berada dalam kontroversi tentang Suharto?
Bagaimana mungkin kita akan membangun sebuah negara dengan beribu ketidakpastian ?