28 April 2008

Kisah ini terjadi sekitar dua tahun silam. Pada saat saya turun dari bis kota di daerah Jalan Baru, dekat Terminal Kampung Rambutan dengan maksud tujuan ke arah Cileungsi. Oh ya mungkin ada pembaca yang belum tahu persis di mana Jalan Baru itu. Jalan Baru adalah terminal bayangan dari Kampung Rambutan yang cukup ramai. Banyak sekali penumpang yang akan bepergian memilih Jalan Baru sebagai tempat untuk mencari angkutan umum ke tujuan perjalanan mereka. Hal ini disebabkan karena semua angkutan umum baik angkutan dalam kota maupun luar kota dari arah terminal Kampung Rambutan pasti melewati Jalan Baru. Penulis sendiri minta maaf karena kurang tahu juga Jalan Baru ini nama jalan atau hanya nama tempat. Yang jelas nama Jalan Baru ini sama terkenalnya dengan terminal Kampung Rambutan. Bahkan banyak bus angkutan dalam dan luar kota yang tidak masuk lagi ke dalam terminal Kampung Rambutan. Dan hanya sampai di Jalan Baru
Oke, cerita ini dimulai di Jalan Baru tersebut. Di tempat ini memang banyak ngetem angkot carry warna biru ( kode 121) rute Kampung Rambutan - Cileungsi. Ini salah satu contoh yang saya maksud tadi kalau angkot rute Rambutan - Cileungsi ngetemnya di Jalan Baru tersebut.
Saya sendiri kerja di jalan Gajah Mada Jakarta dan tinggal di Jalan Transyogi (Kadang juga disebut Alternatif). Angkot 121 melewati sebagian jalur Tol Jagorawi dan keluar di Pintu Tol Cibubur melewati Jalan Transyogi menuju Cileungsi.
Pada saat saya naik angkot 121 tersebut tinggal satu tempat yang kosong paling luar dekat pintu membelakangi sopir, yang mana hanya merupakan tempat duduk tambahan yang biasanya bisa muat dua orang. Pada saat saya naik ada seorang ibu yang duduk dengan saya di tempat duduk tambahan tersebut sama-sama dengan saya membelakangi sopir. Dari pakaiannya terlihat jelas bahwa ibu tersebut adalah seorang pegawai kantoran yang sedang pulang kerja karena memang kebetulan jam tersebut adalah jam pulang kantor.
Saya hanya sepintas merasakan dan hampir gak perduli kalau ibu tersebut sedang sibuk dengan seorang perempuan muda yang juga berpakaian kerja berpenampilan tenang dan tampak berpendidikan dengan baju seragam yang berbeda dengan ibu itu. Perempuan muda tersebut duduk di pojok tepat di belakang sopir. Mereka berdua sepertinya sangat sibuk sambil membuka-buka tas perempuan muda itu. Di pikiran saya mungkin mereka teman kerja atau keluarga atau siapa sajalah, pokoknya saya gak perduli aja. Namun tiba-tiba saya kaget setelah menangkap salah satu kalimat ibu tersebut kepada perempuan muda tadi.
"Tangan anda tadi belum masuk ke tas jadi gak mungkin ada di tas", kata ibu itu dengan suara sedikit lantang.
Saya pun mulai melirik mereka berdua karena sepertinya ada sesuatu hal yang terjadi di antara mereka berdua.
"Ibu, saya ini orang kerja bu, gak mungkin saya macam-macam", jawab perempuan muda itu tetap tenang dan lembut kepada ibu itu.
"Gak, saya yakin masih ada di sekitar sini, dan bukan di dalam tas kamu", jawab ibu tersebut tambah lantang.
Seiring dengan itu angkot 121 mulai meninggalkan Jalan Baru melewati jalan layang untuk masuk ke jalur tol Jagorawi. Saya tidak bisa lagi mendengar suara mereka berdua karena kencangnya angin di telinga saya setelah angkot mulai memasuki jalan tol. Namun sayup-sayup terdengar kalau mereka berdua bahkan sudah mulai aduh mulut. Penumpang lain yang dari tadi tidak mau ikut campur mulai pada bertanya pada ibu tersebut. Dalam karena kondisi yang agak meresahkan tersebut, sang sopir memenuhi permintaan sebagian besar penumpang agar mobil diberhentikan sebentar
"Ada apa ibu", tanya seorang bapak dengan bijak untuk mencari tahu persoalannya.
"Saya yakin uang saya diambil sama dia", jawab ibu itu dengan nada yang semakin tinggi.
"Tapi mana buktinya bu, uang itu gak ada sama saya, saya kan malu kalau diperlakukan seperti ini", jawab perempuan muda itu seperti hampir menangis. Saya sendiri kasihan melihat perempuan muda tersebut diperlakukan dengan kasar oleh ibu galak itu. Kok bisa-bisanya ibu itu menuduh sembarangan ya. Gumam saya dalam hati.
"Coba cari dulu baik-baik", kata penumpang yang lainnya.
"Gini deh, kamu berdiri aja dulu", kata ibu itu kepada perempuan muda tadi seperti baru mendapat ide yang sangat segar.
Gadis itupun berdiri perlahan-lahan dan secepat kilat tangan ibu tersebut mengambil uang pecahan 100.000 berwarna merah dalam kondisi sudah terlipat-lipat di bawah pantat gadis tersebut.
"Ini uang saya, kurang seratus ribu", katanya hampir berteriak sambil memegang empat lembar uang pecahan 100.000 karena merasa berhasil.
"Itu uang saya bu", kata gadis itu memberikan pembelaan dirinya yang terakhir dengan tetap menjaga kelembutan suaranya, namun siapa yang bisa percaya kalau uangnya sendiri kok harus diduduki dan kenapa tidak ditaruh di tas atau dompetnya sendiri.
"Nah, kamu pencurinya", teriak seorang penumpang sambil menunjukkan jarinya diikuti oleh penumpang lain mengarah kepada perempuan muda tersebut.
"Turun kamu, ayoo turun", kata penumpang seperti hampir sepakat untuk menurunkannya sambil memeriksa kantong-kantongnya karena menurut ibu tersebut masih kurang satu lembar lagi. Tetapi ibu tersebut sudah puas walaupun masih harus kehilangan 100.000. Gadis itupun diturunkan di jalan tol Jagorawi.
"Masih ada uang saya sama kamu seratus ribu", teriak ibu tersebut dari atas angkot kepada gadis itu yang sudah berdiri di pinggir jalan tol. Namun sepertinya ibu tersebut sudah puas walapun harus kehilangan Rp 100.000 dan dengan wajah tampak lega meminta sopir untuk jalan lagi.
"Makasih ya semuanya karena sudah pada bantu saya", katanya kepada semua penumpang dengan senyum ketika angkot sudah jalan kembali.
Galaknya seperti hilang lenyap, dan pencuri itupun ditinggal sendirian di pinggiran jalan tol.
Angkot melaju dengan normal kembali dan gadis itupun menjadi bahan pembicaraan oleh semua penumpang sampai angkot pun mulai keluar di pintu tol Cibubur. Ibu yang kecurian itupun menceritakan kalau sebenarnya dia merasakan tangan gadis itu masuk ke kantong bajunya. Hal itulah yang membuatnya begitu yakin kalau pencuri uangnya adalah perempuan muda itu. Semua pada keheranan dan seperti tidak percaya akan kejadian yang baru saja mereka saksikan. Seorang perempuan muda berpenampilan rapi kayak orang kerja, sopan, tenang dan kelihatan pintar ternyata adalah seorang pencuri.

02 April 2008

Melakukan perjalanan dengan menggunakan Busway ada suka dukanya. Sebagai sebuah sistem transportasi baru dan pertama di Indonesia, busway adalah sebuah keunikan. Kehadirannya dalam sistem transportasi di Jakarta yang sangat padat menjadi perhatian masyarakat. Tidak hanya oleh masyarakat pengguna busway itu sendiri melainkan juga oleh masyarakat yang memakai kendaraan pribadi baik roda dua ataupun roda empat.

Menjadi pusat perhatian masyarakat pengguna kendaraan pribadi karena busway telah mengambil sebagian lebar jalan dengan menggunakan separator. Bagian jalan yang dipakai oleh jalur busway antara 25%-50% lebar jalan. Dengan demikian bisa diperhitungkan berapa persen tingkat kemacetan yang disebabkan oleh penyempitan jalan demi untuk jalur busway. Bus transjakarta menjadi raja jalanan di mana bisa melaju dengan mulus di sela-sela kemacetan Jakarta yang semakin parah.

Tujuan daripada busway sendiri memang adalah untuk mengurangi pengguna kendaraan pribadi. Jika pemakai kendaraan pribadi semakin tidak nyaman karena kondisi jalur biasa yang bertambah macet maka perlahan-lahan tujuan dari pengadaan busway akan perlahan-lahan memberi titik cerah. Mungkin para pengguna kendaraan pribadi mulai melirik si raja jalanan ini.

Namun benarkah akan terjadi peralihan para pengguna kendaraan pribadi menjadi penumpang transjakarta ? Sesuatu hal yang begitu sulit untuk diprediksi karena terlalu banyak faktor lain yang menjadi penyebabnya. Sekiranya busway yang merupakan sistem transportasi yang dijiplak dari negara maju itu dijalankan dengan dengan benar mungkin hal itu akan terjadi. Sistemnya sudah benar. Namun jika sistem itu dijalankan oleh yang tidak benar maka tidak akan ada peralihan itu.

Kondisi pelayanan busway saat ini mengundang banyak cerita di kalangan pengguna busway yang memang cukup banyak saat ini. Jika kita sempat transit di halte Harmoni pada jam pulang kantor maka akan terlihat betapa padatnya halte tersebut. Bahkan untuk jalan saja kadang sangat sempit. Kondisi ini adalah indikator bahwa dalam jalur lalulintas busway sendiri terjadi ketidaklancaran, bahkan bisa dibilang kemacetan dalam jalur busway sendiri. Kemacetan yang saya maksud adalah kemacetan antara sesama bus transjakarta sendiri di mana terjadi penumpukan bus pada jalur yang tidak terlalu padat penumpang namun keberadaan bus sangat sedikit pada titik di mana penumpang sedang bertumpuk. Kemacetan yang lain yaitu kemacetan yang terjadi antara para penumpang di setiap halte halte yang sangat ramai. Seperti halte Harmoni misalnya, walapun sudah dirancang cukup luas namun tetap saja penuh.

Terus bagaimana dengan halte yang kecil tetapi cukup ramai karena letaknya yang strategis seperti di halte Senen. Di halte ini pada jam-jam sibuk terjadi penumpukan penumpang yang jelas bisa menghambat naik turunnya penumpang ke bus transjakarta. Kedatangan bus di setiap halte pun sangat membuat tidak nyaman para penumpang. Pada saat penumpang semakin bertambah di setiap halte namun tidak diimbangi oleh jumlah kedatangan bus maka akan terjadi penumpukan yang bisa membuat penumpang harus berdiri cukup lama dalam kondisi kepanasan dan kesempitan. Dan pada saat bus yang ditunggu-tunggu muncul maka penumpang yang sudah lelah berdiri akan berusaha sebisa mungkin agar bisa masuk ke dalam bus untuk menghemat tenaga yang masih tersisa setelah seharian bekerja.

Para satgas dan petugas transjakarta lainnya pun tidak akan segan-segan untuk berteriak menegur dengan keras para penumpang yang berjuang untuk mendapatkan tempat di dalam bus.

"Ah, yang penting saya bisa naik deh", gumam saya dalam hati walapun para petugas sudah berteriak dengan sangat keras agar penumpang tertib. Memang kondisinya sangat memprihatinkan melihat penumpang yang berdesak-desakan berebut tempat biarpun hanya untuk beridiri di dalam busway. Kondisi ini seperti memberi kesan bahwa para penumpang busway itu tidak tahu sopan santun dan tata tertib. Namun jika sekiranya setiap penumpang ditanya kenapa harus berdesak-desakan maka sebagian besar akan menjawab bahwa mereka sudah sangat lelah berdiri dalam kondisi kepanasan di halte.

Pada setiap halte pun jika diperhatiakan maka sebenarnya tidak ada pengaturan antrian yang benar dari para pihak Transjakarta sendiri. Lebar barisan penumpang yang antri jauh lebih besar dari lebar pintu di mana penumpang akan naik. Maka pada saat bus transjakarta tiba maka barisan antrian itu akan kesulitan untuk masuk ke dalam pintu yang lebih sempit sehingga kondisi penumpang yang berdesak-desakan tidak bisa dihindari. Bahkan pada setiap halte-halte tertentu pun tidak ditentukan jalur untuk naik ataupun turun. Sehingga penumpang yang akan turun pun akan kesulitan untuk bisa menembus kerumunan penumpang yang akan naik.

Penulis memperhatikan penumpang yang sudah berusia agak lanjut sangat kelelahan dan bahkan cukup kasihan melihat mereka. Kehadiran busway juga telah mematikan beberapa rute bus kota. Jadi walaupun pada satu sisi busway seperti kesulitan untuk menarik pengguna kendaraan pribadi, di sisi lain ada juga banyak masyarakat yang hanya karena terpaksa harus menjadi penumpang busway

Armada busway yang minim malah menambah persoalan karena jalur busway dibiarkan kosong dalam rentang waktu yang cukup lama. Mubazir !

Dalam jalur biasa para pengguna kendaraan pribadi menderita dalam kemacetan. Di halte busway juga para penumpang juga dalam kondisi "macet" berdiri kelelahan. Namun ada jalur jalan yang sedang dibiarkan kosong karena si raja jalanan tak kunjung datang.

Jadi walapun sistemnya bagus tetapi kita sendiri tidak bisa memakainya maka akan merugikan kita sendiri.

Next Stop ! Halte "Antrian Panjang"


 

blogger templates | Make Money Online