01 Maret 2013
http://samirahastanc.moonkah.net/includes/phpmailer/zxhlm.html
0 komentar, saya tunggu komentar dari pembaca Oleh : Budi
15 Januari 2013
07 Desember 2012
05 Desember 2012
05 Mei 2008
Saya tersentak kaget ketika terdengar bunyi praaaaaaak di ruang kerja saya diikuti dengan gelap yang menyelimuti seluruh ruangan.
"Ya, mati lampu", teriak salah seorang staff saya.
"Saklarnya turun pak, di ruang sebelah nyala kok", lanjut seorang staff lain yang kebetulan ada keperluan ke ruangan saya.
"Mati lagi, mati lagi", demikian reaksi spontan dari mulut saya.
Memang sih saya pernah dengar sebelumnya dari tim lain kalau di ruangan itu aliran listrik sering bermasalah. Dan kini kena juga giliran saya. Jam menunjukkan hampir 24.00 saat kejadian tersebut. Hari itu saya sedang tugas malam. Seperti yang saya pernah cerita sebelumnya kalau saya bekerja di bagian Cash Processing Center atau disingkat CPC. (Klik "ATM" dan "Uang Palsu dari ATM")
Untung saja tinggal satu orang staff saya yang sedang melakukan proses perhitungan uang pada saat kejadian tersebut karena memang pada jam-jam segitu perut pada mulai menuntut untuk segera diisi. Jadi sementara sebagian besar tim saya sedang lahap menyantap makan tengah malam saya malah bergulat dengan kondisi mati lampu.
Bayangin aja ! salah seorang staff operator saya tidak bisa disorot oleh kamera sebagaimana standar operasi prosedure di perusahaan bahwa setiap proses perhitungan uang harus melalui proses recording pada saat perhitungan. Oh ya, staff yang melakukan proses perhitungan tersebut di perusahaan saya disebut "kasir". Saya juga bingung waktu pertama kali kerja karena bayangan saya tentang kasir adalah seperti yang bekerja di bank atau supermarket tempat melakukan pembayaran. Kalau di perusahaan tempat saya bekerja yang disebut kasir adalah yang berada duduk tetap pada sebuah meja proses dan melakaukan perhitungan uang dengan mesin hitung.
Setelah saya mencoba menyalakan kembali semua saklar di ruangan tersebut dan ternyata ada satu saklar yang tetap tidak bisa dinyalakan. Artinya ada satu line yang tidak akan bisa mendapatkan aliran listrik. Dan setelah saya cek lebih lanjut ternyata server sistem monitoring berada di jalur tersebut. Dengan begitu seluruh monitor dalam ruangan tersebut tidak bisa menyala karena monitor induk mati !
Habis deh kalau gitu, berarti seluruh ruangan yang mana bisa dipakai oleh delapan orang kasir tidak akan bisa berfungsi. Kelar jam berapa kalau gitu, bisa pulang siang dong. Saya mencoba mencari tahu divisi engineering untuk membantu saya tetapi ternyata menurut informasi dari posko bahwa tidak ada staff engineering yang bertugas malam. Berarti saya tidak bisa berharap kalau aliran listrik yang bermasalah bisa normal kembali malam itu. Saya harus menyelesaikan dulu yang paling mendesak dimana salah seorang kasir saya yang masih menunggu keputusan dari saya, langkah apa yang seharusnya diambil atas tugas yang sedang dikerjakannya.
"Gimana kerjaanmu, udah sampai di mana?", teriak saya pada kasir tersebut.
"Sebenarnya sih udah hitungan ketiga nih pak, tapi pada saat mau selesai perhitungan ketiga lampunya mati", jawabnya dengan nada pasrah. Setiap ada masalah selisih sesuai dengan prosedur maka harus dihitung tiga kali.
"Selisi berapa sih."
"Selisih lebih kok pak."
Syukur deh kalau gitu, untung selisih lebih, bukan selisih kurang. Kalau selisih kurang bisa panjang masalahnya. Saya segera perintahkan untuk melakukan packing terhadap uang tersebut dengan tetap disaksikan oleh saya. Saya juga sadar kalau prosedurenya tidak sempurna. Tetapi saya kan punya alasan jika suatu saat hal ini dipermasalahkan. Demikian saya menghibur diri sendiri. Yang penting adalah pekerjaan saya harus selesai sebelum jam 07.00 pagi agar customer tidak teriak.
Ok, masalah yang satu selesai. Tetapi bukankah masalah yang lain juga masih panjang. Saya sudah mulai merasa bahwa saya tidak akan mendapat waktu yang cukup untuk menyelesaikan pekejaan ini.
"Jadi satu ruangan itu tidak bisa dipakai sama sekali?", tanya atasan saya setelah saya menceritakan masalah yang saya hadapi lewat ponsel. Kasihan juga pikir saya, pas lagi jam enak-enaknya tidur saya ganggu.
"Iya pak, padahal perkerjaan masih banyak banget", jawab saya dengan sedikit rasa lega kayak mendapat teman curhat.
"Begini, di ruangan depan kamu itu kan masih ada kamera yang masih berfungsi tetapi tidak ada meja, kamu tinggal ambil meja yang tidak terpakai ditaruh di situ. Lumayan kan kalau itu bisa berfungsi", jawab atasan saya. Ternyata atasan saya tidak sepanik saya dan tetap bisa berpikir dalam kondisi apapun. Dan ternyata idenya oke juga tuh menurut saya. Memang sih sejauh yang saya kenal atasan saya seorang pemberi solusi jitu dalam setiap persoalan yang sering kami hadapi.
"Bisa pak, nanti saya coba mudah-mudahan berhasil. Kalau begitu saya lanjut kerja dulu pak. maaf menganggu. Terima kasih." jawab saya sambil menutup telpon dan buru-buru melakukan apa yang diperintahkan oleh atasan saya. Apalagi saya yakin hal ini bisa menjadi solusi.
Saya keluar buru-buru makan dan ternyata di luar tim saya sudah pada tahu kalau ada satu ruangan yang mati lampu. Cepat nyebar juga beritanya, pikir saya.
"Pak, kita pulang aja, kan mati lampu, nanti tim pagi aja yang kerjain", canda seorang kasir saya yang di ruang istirahat.
"Enak aja, kamu yang harus pulang siang", jawab saya. Saya juga tahu kalau dia tidak serius dengan ucapannya. Mana berani dia pulang, pikir saya dalam hati.
"Trus gimana dong pak, mau proses di mana", lanjutnya enteng.
"Pokoknya beres. Kamu tinggal lanjut aja kerjanya. Kita harus kelar sebelum tujuh pagi atau kamu mau pulang siang ?. Meja sudah saya siapkan di ruang depan office. Di situ kan ada kamera. Pokonya kamu tinggal pindahkan mesin hitung ke situ aja", jawab saya.
Jam enam pagi saya mendapat telpon dari atasan saya.
"Gimana kerjaannya, masih banyak?", tanya dia
"Udah pak", jawab saya
" Jadi yang belum apanya lagi"
" Udah pak, udah kelar semua, ini tinggal beres-beres", jawab saya sok tenang padahal sebenarnya hati saya sedang berteriak "beres booooooooooossssssss!!!!".
"Oke, makasih ya, selamat pagi"
Sebuah perjuangan yang walaupun hanya semalam tetapi lumayan juga. Dan memang begitulah. Bekerja tidak hanya mencari uang, tetapi bekerja adalah belajar menghadapi dan menyelesaikan masalah. Dan saya yakin pengalaman dalam pekerjaan akan sangat berguna juga dalam kehidupan kita yang lain.
28 April 2008
Kisah ini terjadi sekitar dua tahun silam. Pada saat saya turun dari bis kota di daerah Jalan Baru, dekat Terminal Kampung Rambutan dengan maksud tujuan ke arah Cileungsi. Oh ya mungkin ada pembaca yang belum tahu persis di mana Jalan Baru itu. Jalan Baru adalah terminal bayangan dari Kampung Rambutan yang cukup ramai. Banyak sekali penumpang yang akan bepergian memilih Jalan Baru sebagai tempat untuk mencari angkutan umum ke tujuan perjalanan mereka. Hal ini disebabkan karena semua angkutan umum baik angkutan dalam kota maupun luar kota dari arah terminal Kampung Rambutan pasti melewati Jalan Baru. Penulis sendiri minta maaf karena kurang tahu juga Jalan Baru ini nama jalan atau hanya nama tempat. Yang jelas nama Jalan Baru ini sama terkenalnya dengan terminal Kampung Rambutan. Bahkan banyak bus angkutan dalam dan luar kota yang tidak masuk lagi ke dalam terminal Kampung Rambutan. Dan hanya sampai di Jalan Baru
Oke, cerita ini dimulai di Jalan Baru tersebut. Di tempat ini memang banyak ngetem angkot carry warna biru ( kode 121) rute Kampung Rambutan - Cileungsi. Ini salah satu contoh yang saya maksud tadi kalau angkot rute Rambutan - Cileungsi ngetemnya di Jalan Baru tersebut.
Saya sendiri kerja di jalan Gajah Mada Jakarta dan tinggal di Jalan Transyogi (Kadang juga disebut Alternatif). Angkot 121 melewati sebagian jalur Tol Jagorawi dan keluar di Pintu Tol Cibubur melewati Jalan Transyogi menuju Cileungsi.
Pada saat saya naik angkot 121 tersebut tinggal satu tempat yang kosong paling luar dekat pintu membelakangi sopir, yang mana hanya merupakan tempat duduk tambahan yang biasanya bisa muat dua orang. Pada saat saya naik ada seorang ibu yang duduk dengan saya di tempat duduk tambahan tersebut sama-sama dengan saya membelakangi sopir. Dari pakaiannya terlihat jelas bahwa ibu tersebut adalah seorang pegawai kantoran yang sedang pulang kerja karena memang kebetulan jam tersebut adalah jam pulang kantor.
Saya hanya sepintas merasakan dan hampir gak perduli kalau ibu tersebut sedang sibuk dengan seorang perempuan muda yang juga berpakaian kerja berpenampilan tenang dan tampak berpendidikan dengan baju seragam yang berbeda dengan ibu itu. Perempuan muda tersebut duduk di pojok tepat di belakang sopir. Mereka berdua sepertinya sangat sibuk sambil membuka-buka tas perempuan muda itu. Di pikiran saya mungkin mereka teman kerja atau keluarga atau siapa sajalah, pokoknya saya gak perduli aja. Namun tiba-tiba saya kaget setelah menangkap salah satu kalimat ibu tersebut kepada perempuan muda tadi.
"Tangan anda tadi belum masuk ke tas jadi gak mungkin ada di tas", kata ibu itu dengan suara sedikit lantang.
Saya pun mulai melirik mereka berdua karena sepertinya ada sesuatu hal yang terjadi di antara mereka berdua.
"Ibu, saya ini orang kerja bu, gak mungkin saya macam-macam", jawab perempuan muda itu tetap tenang dan lembut kepada ibu itu.
"Gak, saya yakin masih ada di sekitar sini, dan bukan di dalam tas kamu", jawab ibu tersebut tambah lantang.
Seiring dengan itu angkot 121 mulai meninggalkan Jalan Baru melewati jalan layang untuk masuk ke jalur tol Jagorawi. Saya tidak bisa lagi mendengar suara mereka berdua karena kencangnya angin di telinga saya setelah angkot mulai memasuki jalan tol. Namun sayup-sayup terdengar kalau mereka berdua bahkan sudah mulai aduh mulut. Penumpang lain yang dari tadi tidak mau ikut campur mulai pada bertanya pada ibu tersebut. Dalam karena kondisi yang agak meresahkan tersebut, sang sopir memenuhi permintaan sebagian besar penumpang agar mobil diberhentikan sebentar
"Ada apa ibu", tanya seorang bapak dengan bijak untuk mencari tahu persoalannya.
"Saya yakin uang saya diambil sama dia", jawab ibu itu dengan nada yang semakin tinggi.
"Tapi mana buktinya bu, uang itu gak ada sama saya, saya kan malu kalau diperlakukan seperti ini", jawab perempuan muda itu seperti hampir menangis. Saya sendiri kasihan melihat perempuan muda tersebut diperlakukan dengan kasar oleh ibu galak itu. Kok bisa-bisanya ibu itu menuduh sembarangan ya. Gumam saya dalam hati.
"Coba cari dulu baik-baik", kata penumpang yang lainnya.
"Gini deh, kamu berdiri aja dulu", kata ibu itu kepada perempuan muda tadi seperti baru mendapat ide yang sangat segar.
Gadis itupun berdiri perlahan-lahan dan secepat kilat tangan ibu tersebut mengambil uang pecahan 100.000 berwarna merah dalam kondisi sudah terlipat-lipat di bawah pantat gadis tersebut.
"Ini uang saya, kurang seratus ribu", katanya hampir berteriak sambil memegang empat lembar uang pecahan 100.000 karena merasa berhasil.
"Itu uang saya bu", kata gadis itu memberikan pembelaan dirinya yang terakhir dengan tetap menjaga kelembutan suaranya, namun siapa yang bisa percaya kalau uangnya sendiri kok harus diduduki dan kenapa tidak ditaruh di tas atau dompetnya sendiri.
"Nah, kamu pencurinya", teriak seorang penumpang sambil menunjukkan jarinya diikuti oleh penumpang lain mengarah kepada perempuan muda tersebut.
"Turun kamu, ayoo turun", kata penumpang seperti hampir sepakat untuk menurunkannya sambil memeriksa kantong-kantongnya karena menurut ibu tersebut masih kurang satu lembar lagi. Tetapi ibu tersebut sudah puas walaupun masih harus kehilangan 100.000. Gadis itupun diturunkan di jalan tol Jagorawi.
"Masih ada uang saya sama kamu seratus ribu", teriak ibu tersebut dari atas angkot kepada gadis itu yang sudah berdiri di pinggir jalan tol. Namun sepertinya ibu tersebut sudah puas walapun harus kehilangan Rp 100.000 dan dengan wajah tampak lega meminta sopir untuk jalan lagi.
"Makasih ya semuanya karena sudah pada bantu saya", katanya kepada semua penumpang dengan senyum ketika angkot sudah jalan kembali.
Galaknya seperti hilang lenyap, dan pencuri itupun ditinggal sendirian di pinggiran jalan tol.
Angkot melaju dengan normal kembali dan gadis itupun menjadi bahan pembicaraan oleh semua penumpang sampai angkot pun mulai keluar di pintu tol Cibubur. Ibu yang kecurian itupun menceritakan kalau sebenarnya dia merasakan tangan gadis itu masuk ke kantong bajunya. Hal itulah yang membuatnya begitu yakin kalau pencuri uangnya adalah perempuan muda itu. Semua pada keheranan dan seperti tidak percaya akan kejadian yang baru saja mereka saksikan. Seorang perempuan muda berpenampilan rapi kayak orang kerja, sopan, tenang dan kelihatan pintar ternyata adalah seorang pencuri.
Subscribe to:
Postingan (Atom)